Jumat, 16 Maret 2012

menulis sebagai proses berfikir


Menulis merupakan suatu proses kreatif  yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat). Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak gagasan dalam menuliskannya. Kendatipun secara teknis ada kriteria-kriteria yang dapat diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada kepiawaian penulis dalam mengungkapkan gagasan. Banyak orang mempunyai ide-ide bagus di benaknya sebagai hasil dari pengamatan, penelitian, diskusi, atau membaca.

Menulis dan proses berpikir berkaitan erat dalam menghasilkan suatu karangan yang baik. Dan karangan yang baik merupakan manifestasi dari keterlibatan proses berpikir. Dengan demikian, proses berpikir sangat menentukan lahirnya suatu karangan yang berkualitas. Syafi’ie (1988:43) mengemukakan bahwa salah satu substansi retorika menulis adalah penalaran yang baik. Hal itu berarti bahwa penulis harus mampu mengembangkan cara-cara berpikir rasional. Tanpa melibatkan proses berpikir rasional, kritis, dan kreatif akan sulit menghasilkan karangan yang dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya.





Menulis sebagai proses berfikir, merupakan cara yang baik untuk menuangkan apa yang ada di dalam pikiran kita ke dalam sebuah penulisan yang baik, dan dapat menarik perhatian orang lain. Karena dengan menulis kita dapat melatih otak kita dalam menuangkan sebuah karya tulisan yang mungkin saja bermanfaat bagi orang lain.
Pengertian menulis sebenarnya sangat beragam tergantung dari sisi mana seseorang mendefinisikannya. Akan tetapi pengertian menulis seungguhnya tepat jika emuat bebrapa unsur diantaranya adalah melewati proses berpikir atau menggunakan pikirannya untukmenulis. Jadi menulis itu dapat juga dimaknakan sebagai penyampaian ide dan pikiran memlalui media tulisan.
Menulis merupakan suatu cara untuk mengetahui dan menemukan apa yang diketahui oleh seseorang yang terekam dalam pikirannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pengertian dan hakikat menulis dimaksudkan adalah bahwa untuk melakukan kegiatan menulis diperlukan kegiatan berpikir atau ketika seseorang ingin menulis, ia menggunakan pikirannnya agar ia dapat menghasilkan tulisan.
Menulis sebagai suatu proses menuangkan gagasan atau pikiran dalam bentuk tertulis. Menulis sebagai proses berpikir berarti bahwa sebelum dan atau saat-setelah menuangkan gagasan dan perasaan secara tertulis diperlukan keterlibatan proses berpikir. Proses berpikir menurut Moore dkk memiliki sejumlah esensi: mengingat, menghubungkan, memprediksikan, mengorganisasikan, membayangkan, memonitor, mereviu, mengevaluasi, dan menerapkan. Jadi Pengertian dan hakikat menulis sesungguhnya  memuat tentang suatu proses berpikir , gagasan yang dituangkan dalam kalimat/paragraf dapat dianalisis kelogisannya.
Menulis dan proses berpikir berkaitan erat dalam menghasilkan suatu karangan yang baik. Dan karangan yang baik merupakan manifestasi dari keterlibatan proses berpikir. Dengan demikian, proses berpikir sangat menentukan lahirnya suatu karangan yang berkualitas. Hal itu berarti bahwa penulis harus mampu mengembangkan cara-cara berpikir rasional. Tanpa melibatkan proses berpikir rasional, kritis, dan kreatif akan sulit menghasilkan karangan yang dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya.
Pappas mengemukakan bahwa menulis sebagai proses berpikir merupakan aktivitas yang bersifat aktif, konstruktif, dan penuangan makna. Pada saat menulis siswa dituntut berpikir untuk menuangkan gagasannya berdasarkan skemata, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki secara tertulis. Dalam proses tersebut diperlukan kesungguhan mengolah, menata, mempertimbangkan secara kritis, dan menata ulang gagasan yang dicurahkan. Hal tersebut diperlukan agar tulisan dapat terpahami pembaca dengan baik.

Kalau begitu, apa 
sih manfaat menulis?
1.  Untuk menghilangkan stress. Dengan menulis kita bisa mencurahkan perasaan sehingga tekanan batin yang kita rasakan berkurang sedikit demi sedikit sejalan dengan tulisan. Tulisan yang kita buat bisa tentang apa yang sedang kita rasakan ataupun menuliskan hal lain yang bisa mengalihkan kita dari rasa tertekan tersebut (stress). Dengan demikian, kesehatanfisik dan mental kita akan lebih terjaga.
2.  Alat untuk menyimpan memori. Karena kapasitas ingatan kita terbatas, maka dengan menuliskannya, kita bisa menyimpan memori lebih lama. Sehingga ketika kita membutuhkannya, kita akan mudah menemukannya kembali. Misalnya, menuliskan peristiwa-peristiwa berkesan di diari, menuliskan setiap pendapatan dan pengeluaran keuangan, menulis ilmu pengetahuan atau pelajaran, menuliskan ide/gagasan, menuliskan rencana-rencana, target-target dan komitmen-komitmen.

3.  Membantu memecahkan masalah. Ketika kita ingin memecahkan suatu permasalahan, maka kita bisa membuatdaftar dengan menuliskan hal-hal apa saja yang menyebabkan masalah itu terjadi dan hal-hal apa saja yang bisa membantu untuk memecahkan masalah tersebut.
Cara seperti itu akan lebih memudahkan kita dalam melihat duduk permasalahan dengan tepat yang pada akhirnya bisa memberi pemecahan yang tepat pula dalam jangka waktu yang relatif lebih cepat. 

4.  Melatih berfikir tertib dan teratur. Ketika kita membuat tulisan khususnya tulisan ilmiah atau untuk dipublikasikan, maka kita dituntut untuk membuat tulisan yang sistematis sehingga pembaca bisa mengerti apa yang sebenarnya ingin kita sampaikan.

5.  Sumber penghasilan. Orang pasti selalu membutuhkan bacaan baik itu bacaan fiksi (cerpen, novel, puisi, dll.) maupun nonfiksi (berita, ilmu pengetahuan, dll.). Baik bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan atau hanya sekedar hiburan saja. Bagi orang yang pandai menulis, tentu saja menulis akan menjadi sumber penghasilannya


 Emmppp…..banyak media yang dapat di tuangkan untuk memenuhi kebutuhan diri, seperti menulis. Kalau saya ambil contoh salah satu manfaat menulis diari. Nampaknya sangat mudah, tetapi banyak manfaatnya, berikut penjabarannya :
1. Menghilangkan stres
Hal ini bisa dimengerti karena dengan menulis kita bisa mencurahkan perasaan kita tanpa takut diketahui orang lain. Tidak semua orang bisa dengan mudah menceritakan masalahnya pada orang lain. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh watak masing-masing orang. Pembagian kepribadian secara tradisional kita kenal ada dua, yaitu introvert dan ekstrovert.Introvert adalah orang yang memiliki tipe kepribadian tertutup, sedangkan ekstrovert adalah orang yang mempunyai kepribadian terbuka. Orang introvert tentu mengalami kesulitan dalam berbicara pada orang lain. Ini tentu sajamendatangkan kesulitan bagi orang introvert saat harus menyelesaikan masalahnya.
Dan, menulis diari adalah solusi tepat bagi orang berkepribadian introvert dalam membantu menghilangkan stres sertamengurangi beban pikirannya. Orang dengan kepribadian ekstrovert tentu akan lebih mudah dalam berbagi dengan orang lain. Namun, bukan berarti orang ekstrovert tidak memerlukan diari sebagai bagian dari terapi. Justru orang dengan kepribadian ekstrovert akan lebih mudah terbuka dan merefleksikan segala yang terjadi dalam dirinya, lebih jujur, dan mudah menemukan berbagai sisi, yang membuatnya dapat menemukan solusi dalam pemecahan masalahnya.
2 .Sebagai media merencanakan target yang ingin dicapai
Diari dapat kita gunakan untuk merencanakan hal-hal apa saja yang ingin kita capai di masa yang akan datang. Perencanaan ini dimaksudkan agar kita dapat meraih target yang diharapkan secara konkret. Dengan menuliskan berbagai hal yang ingin dicapai, itu akan membantu kita dalam memompa semangat dan meraih target tersebut. Kita akan senantiasa teringat setiap kali membuka buku diari, dan merasa berkewajiban untuk segera meraih target. Melalui perencanaan dapat kita analisis kelemahan dan kekurangan kita, serta berbagai hal lainnya yang diperlukan dalam meraih target tersebut.
3. Untuk menuliskan komitmen
Komitmen merupakan hal pokok yang diperlukan oleh setiap orang dalam meraih segala tujuan. Peneguhan janji dalam bentuk komitmen ini diperlukan agar kita senantiasa mempunyai tekad yang kuat dalam meraih tujuan kita. Apa jadinya sebuah tujuan tanpa komitmen yang kuat? Berbagai rencana jitu dan ide brilian pun akan menjadi percuma, hanya karena kita tidak mempunyai komitmen. Di saat berbagai rintangan dan hambatan yang menyertai kita, maka hal yang perlu kita ingat agar tidak putus asa ditengan jalan, adalah komitmen awal kita dalam meraih tujuan. Dengan menuliskannya, kita akan selalu teringat akan janji awal kita, sekaligus sebagai tameng dalam setiap kendala yang ada.
4. Sebagai pengontrol target
Menuliskan setiap perkembangan atas semua pencapaian target merupakan langkah selanjutnya setelah kita merencanakan dan berkomitmen dalam meraih setiap target kita. Menulis akan membantu kita dalam melihat hasil dari proses pencapaian usaha, yang kita lihat dengan target yang ingin kita capai. Dengan begitu, kita akan mudah mengetahui arah perkembangan kemajuan yang kita capai. Mengontrol setiap perkembangan yang dicapai akan membuat kita tidak menyimpang dari tujuan semula. Sering kali, dalam pencapaian suatu tujuan, di tengah jalan kita menemukan banyak pengembangan gagasan maupun ide. Hal ini tidaklah salah. Namun, terlalu banyak pengembangan justru semakin mengaburkan tujuan semula, dan arahnya pun menjadi tidak fokus. Oleh karena itu, diperlukan sebuah alat kontrol yang tepat dalam mencapai target yang diharapkan, yaitu diari.
5. Alat memformulasikan ide baru
Setelah menuliskan setiap perkembanngan yang terjadi dalam diari, tentu kita dapat melihat berbagai hal yang akan membuat kita menjadi lebih jeli dalam melihat segala hal yang terjadi. Ide dan rencana awal yang kita buat belum tentu sesuai dengan kondisi yang ada. Kondisi ini tentu saja membuat kita perlu menambah berbagai rencana baru yang sesuai dengan kondisi yang ada. Berarti, kita perlu menuliskan atau memformulasikan ide-ide atau gagasan yang baru.Hal ini dimaksudkan agar kita lebih mudah dalam menyelesaikan setiap permasalahan dan mengatasi kekurangan yang ada, sehingga akan lebih mudah pula dalam mencapai target kita.
6. Sebagai gudang inspirasi
Diari adalah tempat untuk menuliskan berbagai ide yang muncul supaya memudahkan kita dalam menemukan solusi baru yang lebih efektif dalam menyelesaikan sebuah masalah. Diari adalah sumber inspirasi bagi pemunculan ide-ide baru. Ide baru yang muncul tentang cara mencapai target, komitmen, maupun mimpi baru yang ingin kita capai, tidak bolehdianggap remeh. Oleh karena itu, jangan pernah menyepelekan sebuah ide, meskipun pada awalnya kita menganggap ide itu tidak relevan dengan kenyataan. Tapi, bisa jadi ide awal tersebuat menjadi pemantik atau inspirasi bagi kita untuk menemukan sebuah solusi yang kreatif.
7. Alat penyimpan memori
Kemampuan manusia untuk mengingat peristiwa, pengetahuan, maupun hal unik lainnya tentu terbatas. Orang tentu tidak dapat mengingat semua kejadian yang berlangsung dalam hidupnya sekaligus. Bahkan, manusia jenius sekalipun tentu mengalami kelupaan untuk beberapa peristiwa dalam hidupnya. Keakuratan data dan peristiwa secara detail tidak dapat diingat oleh manusia secara persis. Maknya, diperlukan pencatatan supaya memudahkan kita dalam melakukan prosesrehearsal (mengingat kembali memori yang kita simpan), dan mengambil hikmah atas setiap kejadian, karena tentu adahikmah yang dapat kita petik dan dijadikan pelajaran berharga.
8. Alat memudahkan penyelesaian masalah
Setiap permasalahan yang berhasil kita selesaikan akan melatih kita dalam menyelesaikan masalah berikutnya. Cara penyelesaian masalah itu bisa saja menjadi acuan kita dalam menyelesaikan masalah serupa atau yang hampir sama.Memang, solusi atas sebuah permasalahan tidak dapat kita jadikan solusi atas masalah yang lainnya. Namun, setidaknya kita bisa mempelajari teknik pengambilan keputusan yang telah kita buat, dan supaya hal itu mempermudah kita dalam menyelesaikan masalah lainnya.
9. Sebagai media refleksi dan kebijkasanaan
Menuliskan segala perasaan, masalah, dan konflik yang terjadi dalam hidup akan membuat orang semakin bijaksana. Karena, dengan menulis diari kita akan belajar berkompromi dengan setiap masalah yang ada. Belajar memahami masalah dan tidak sekadar mengutamakan ego semata. Semakin banyak kita melibatkan proses menulis dalam menghadapi permasalahan, kita akan semakin peka, tidak terburu-buru, bijakasana, dan mampu menggunakan kepala yang dingin ketika memutuskan sesuatu. Karena, terkadang kita tidak dapat melihat masalah dengan jelas jika kita tidak memetakannya dalam tulisan. Dengan menulis, segala sisi persoalan akan terlihat lebih jelas, dan itu memudahkan kita dalam mencari solusinya.
Membiasakan menulis diari akan membuat kita lebih jeli dan terlatih dalam merumuskan dan menyelesaikan sebuah permasalahan. Sehingga, kita tidak akan terjebak pada satu masalah yang ada, tidak merasa tertekan, dan tidakmenimbulkan distress (stres yang berakibat negatif bagi diri kita). Kita harus jeli dalam menghadapai masalah supaya bisa mengelola stres tersebut menjadi ustress (stres yang positif).
Jika kita berhasil mengelola stres negatif menjadi stres positif, kita bisa mengelola sisi kognitif (memori) dan sisi afektif (perasaan) sehingga sisi psikis kita tidak mengalami masalah yang berarti.
Berbagai manfaat menulis diari di atas sama faedahnya dengan terapi. Karena, terapi mempunyai fungsi sebagai media penyegaran dan penormalan kembali segala aktivitas tubuh. Oleh karena itu, terapi diri melalui menulis ini akan membuat kita semakin mudah mencerna segala permasalahan dengan lebih mudah dan efektif. Dengan begitu, maka akan mengurangi tingkat stres yang tentu saja mengganggu kinerja tubuh kita.
Ketika kita berhasil memecahkan sendiri masalah kita lewat menulis, sesungguhnya kita tidak membutuhkan psikiater maupun psikolog. Psikiater akan membantu kita menyelesaikan permasalahan dari segi medis, sedangkan psikolog akan mendengarkan dan membantu kita dalam mencari solusi yang tepat bagi diri kita sendiri. Yah, jadi kita sendirilah yang harus mencari solusi terbaik atas setiap permasalahan kita, karena kita juga yang lebih tahu akan kondisi sendiri. Orang lain hanya bertugas sebagai pendengar yang baik dan membantu kita agar dapat menemukan solusi sendiri, bukan mencarikan solusi bagi diri kita.

Rabu, 14 Maret 2012

pentingnya pendidikan




Ketika saya liburan kuliah semester genap, saya di ajak oleh salah seorang teman untuk mengajar di sebuah tempat pembelajaran kanak-kanak, lebih tepatnya PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau bias dibilang pendidikan campuran bagi anak usia dini yang mencakup PAUD, TK atau bimbel.
Kebetulan saya tinggal di daerah pinggiran Kota Bogor, daerah yang belum sepenuhnya terjamah oleh pendidikan yang cukup. Di sekitar tempat saya mengajar masih banyak anak-anak yang belum menuntaskan kewajiban pendidikannya, seperti belajar CALISTUNG (Baca Tulis dan Hitung). Anak-anak di sini hanya mengenal sawah, bercocok tanam atau berkeliling menjajakan kayu bakar dan dagangan lainnya, yang jauh dari hak mereka untuk mengenyam ilmu pendidikan.
Saat pertama kali saya mengajar, saya fikir saya akan menemukan anak-anak yang terlihat kompak berseragam dan bersepatu tertutup. Ternyata perkiraan saya salah, hampir sebagian anak di daerah tersebut tidak mampu untuk membeli perlengkapan sekolah, salah satunya adalah seragam dan sepatu.
Anak-anak yang saya lihatpun umurnya telah melampaui batas pendidikan anak usia dini (PAUD), mayoritas berumur 3 tahun tetapi ada pula yang berumur 6 tahun, 7 tahun, bahkan 9 tahun. Alasan orang tua mereka memasukkan anak-anaknya kedalam PAUD karena hanya untu sebagai syarat agar dapat membaca, menulis dan menghitung, agar dapat berbaur di masyarakat luas nantinya. Adapula alasan lainnya seperti agar anak mereka tidak mudah untuk dibodohi oleh orang lain.
Berbagai alasan menjadi salah satu pendukung bagi orang tua disana untuk mengajarkan anak-anak mereka agar mau belajar, walaupun hanya sekedar baca, tulis atau hitung. Sebenarnya menurut salah satu situs yang saya kutip tentang pendidikan yang didalamnya menjelaskan banyak hal yang dapat menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pendidikan.


Pendidikan Wajib Belajar
Program wajib belajar (wajar) 9 tahun telah dicanangkan sejak tahun 1994 dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 tanggal 2 Mei 1994. Ini merupakan kelanjutan dari program wajar 6 tahun yang ditetapkan pada 2 Mei 1984.

Tahun 2008 telah ditetapkan pemerintah sebagai tahun akhir di mana wajib belajar harus dituntaskan (Inpres No. 5 tahun 2006). Agak berbeda dengan data dari badan internasional, Departemen Pendidikan Nasional mencatat bahwa Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) akhir tahun 2007 mencapai 94,90 persen, sementara Angka Partisipasi Kasar (APK) Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 92,52 persen. Angka ini telah mendekati target pencapaian sebesar 95 persen. Meski demikian, lebih dari 900 ribu anak masih membutuhkan pendidikan kesetaraan pada tahun 2008. Selain itu, dari sekitar 200 ribu anak berkebutuhan khusus usia SD/SMP yang terdata hanya sekitar 55 ribu orang (25 persen) yang bersekolah. Pada dasarnya urusan pendidikan yang adalah hak untuk semua tidak hanya berkisar pada perhitungan APM dan APK semata, namun terlebih harus menukik pada pemastian kualitas pendidikan itu sendiri terhadap peserta didiknya. Banyak kalangan menilai sistem pendidikan di Indonesia belum dapat membekali anak dengan kompetensi dasar yang diperlukan untuk mempertahankan dan mengupayakan kehidupan yang lebih baik dimasa depan. Tidak memadainya anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan menjadi salah satu kendala untuk mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan. APBN 2008 mengalokasikan dana sebesar Rp 49,4 triliun dari total belanja negara sebesar 826,9 trilyun. Angka ini belum memenuhi kuota sebesar 20 persen seperti yang telah disepakati bersama oleh pemerintah dan DPR. Kurangnya pendanaan untuk pendidikan terlihat pula dari rendahnya anggaran untuk program wajar. Sebagai contoh, tahun 2005, Depdiknas menganggarkan Rp 5,848 triliun. Dana tersebut tidak mencukupi kebutuhan 29 juta anak usia sekolah dasar karena minimal dana yang harus dikeluarkan per anak setiap tahunnya adalah Rp 1 juta. Sebagian besar orangtua juga tidak mampu menanggung biaya pendidikan anak-anaknya. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas tahun 2003, beban biaya pendidikan yang ditanggung orang tua/siswa berkisar 63,35-87,75 persen dari biaya pendidikan total. Biaya yang ditanggung pemerintah atau masyarakat (selain orang tua/siswa) hanya berkisar antara 12,22-36,65 persen. Akibatnya, tidak sedikit anak yang putus sekolah. Pada tahun 2007, data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka putus sekolah di tingkat SD dan MI sebanyak 684.967 anak. Angka ini turun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 702.066 Kendala biaya kerap menjadi faktor utama penghalang anak mengakses pendidikan. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2003 menunjukkan 67 persen masyarakat menyatakan bahwa ketiadaan biaya memaksa mereka memutuskan tidak bersekolah atau putus sekolah. Faktor lainnya adalah larangan orangtua, keharusan anak bekerja menopang kehidupan keluarga serta faktor geografis. Masih kuatnya anggapan masyarakat bahwa pendidikan terakhir cukup hanya sampai SD amat menghambat pencapaian pendidikan untuk semua. Kenyataan ini membuktikan bahwa pendidikan SD benar-benar menjadi satu-satunya kesempatan bagi anak dari keluarga dan masyarakt miskin untuk mengenyam pendidikan formal. Karena itu peningkatan kualitas pendidikan SD menjadi sebuah keharusan. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan berbagai pihak untuk mengupayakan pendidikan dasar berkualitas yang mampu membekali anak dengan keberaksaraan fungsional guna mengembangkan kehidupannya secara optimal. Persoalan tenaga pendidik menjadi pemicu lain rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2004 hanya 44 persen guru SD berpendidikan D2, 41 persen berpendidikan SPG, dan 9 persen bergelar sarjana. Guru SMP berpendidikan sarjana pun hanya sekitar 50 persen. Faktor penghambat lainnya adalah keengganan bersekolah, buku pelajaran yang kurang dan mahal serta ketidaksetaraan jender ikut memberi sumbangsih tersendiri. Reformasi buku murah yang akan diluncurkan Depdiknas pada pertengahan tahun 2008 merupakan terobosan untuk mengatasi kurangnya kuantitas dan mahalnya harga jual buku. Pembelian hak cipta ratusan buku teks pelajaran SD hingga SMA sesuai standar penilaian Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan pemberian kebebasan bagi siapapun untuk mengakses buku-buku tersebut secara online menunjukkan bahwa perjalanan memperjuangkan peningkatan kualitas pendidikan telah dimulai. Dari reformasi ini diharapkan harga jual buku pelajaran hanya tinggal sepertiga dari harga yang ada sekarang ini, sehingga dapat sepenuhnya dijangkau oleh masyarakat, khususnya di daerah terpencil dan tertinggal.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pada tahun 2005 UNESCO melaporkan bahwa angka partisipasi PAUD Indonesia terendah di dunia. Hanya sekitar 20 persen dari sekitar 20 juta anak usia 0-8 tahun dapat menikmati PAUD. Dunia internasional mendefinisikan PAUD sebagai pendidikan bagi anak usia 0-8 tahun, sedangkan di Indonesia kategori PAUD berlaku bagi anak usia 0-6 tahun. Menurut Depdiknas, jumlah anak usia dini di Indonesia hingga akhir tahun 2006 tercatat sebanyak 28.364.300 anak yang telah mengikuti pendidikan PAUD, baik melalui jalur formal, non formal, dan informal, sebanyak 13.223.812. Dengan demikian, baru 43 persen anak Indonesia yang memperoleh akses terhadap PAUD.

Sumber : http://www.worldvision.or.id/images/article/187/FactsheetPENDIDIKAN.pdf