Saat semua sibuk dalam kehidupan rumitnya aku melihat ada seorang nenek tua yang dengan senang hati dan rela menjaga dagangan yang dijajakannya di tengah jalan perempatan di daerah tempat ku tinggal. Ia menjual leupuet atau yang biasa kami sebut sebagai jajanan khas kampung yang dibungkus dengan daun kelapa. Duduk dengan beraslaskan kardus adalah singgasana terindah yang dimilikinya, ditemani dengan hihit atau kipas dari anyaman bambu yang telah lusuh termakan oleh waktu.
Kipas-kipas dan berganti posisi, sepertinya itu hal yang mudah dan enak bagi orang-orang yang melihatnya, tinggal duduk manis dan menatap pada setiap orang yang lewat, berharap dalam hati akan ada yang tergugah dengan dagangan yang dijajakannya. Tapi menurut ku itu adalah hal yang rumit dan sulit baginya, hemm….menurut ku ia telah berumur cukup tua, karena untuk berjalan saja ia sedikit kesulitan.
Pagi berganti siang, siang berganti malam, nenek itu selalu ada disinggasananya sambil menawarkan jajanan khas kampung yang ia jual. Rasa iba pasti yang pertama kali muncul mengghampiri setiap kepala yang melihatnya. Bayangkan saja wajah lesu seorang nenek yang telah berumur dan guratan-guratan kata lelah dalam raut wajahnya sudah menandakan sudah saat nya untuk beristirahat dan menikmati masa tuanya bersama orang-orang yang ia cintai. Tapi jangan pernah samakan nenek tua itu dengan orang yang telah patah arang, nenek tua itu tidak akan rela ia di kasihani atau ia dilimpahkan rasa iba tiap orang yang melihat perjuangannya dalam menjalani hidup dan pandangan hidupnya tentang apa yang telah menjadi prinsip yang telah mengkar kuat di dalam hatinya dan mengalir deras dalam darahnya. Karena menurutnya hasil usahanya lah yang menjadikanya ia hidup bukan hasil meminta dari orang-orang yang berdiri tegak di atas rasa keibaan mereka terhadapnya.
Saat hujan turun di kala aku dan orang tua ku pulang dari berpergian, kami sempatkan untuk berteduh di tempat biasa nenek tua itu berada. Dan ternyata benar, nenek itu masih setia duduk menjajakan daganganya. Tiba-tiba orang tua ku bercerita, kalau saat 15 tahun yang lalu sekitar tahun 95an, dimasa itu permpatan jalanan adalah tempat biasanya orang-orang di sekitar daerah ku berjualan, istilahnya sebagai pusat tempatnya dagangan pada masanya. Ada banyak hal yang bisa kita beli di tempat ini, ada banyak kebahagiaan dan kenangan indah di permpatan jalanan ini untuk orang-orang yang telah berlalu oleh zaman yang mulai berjalan maju akan tetapi karena perkembangan zaman seolah-olah kebiasaan, kenangan, kebahagiaan yang sudah menjadi goresan tinta emas itu pudar dan mulai di anggap tak pernah ada. Dan hingga kini hanya ada satu yang masih bertahan yaitu nenek tua itu,yang menjadi saksi perkembangan zaman yang merenggut mata pencahariannya dan kenangan yang ada pada masa kejayannya dulu.
Aku baru sadar bahwa setiap hal yang dilakukan selalu harus mempunyai pandanga hidup dan makna didalamnya, karena dengan hal itu lah kita dapat selalu bertahan dan mencoba menjadi lebih baik demi satu hal yang kita cintai,
Didedikasikan untuk nenek tua perempatan cileungsi yang kini tak pernmah terlihat lagi, aku merindukan jajanan khas kampungnya dan semangat yang terpancar dari kedua matanya. _Fitriia_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar