Hari ini adalah minggu ke 3 setelah semester 1 berakhir. Menjadi anak SMU kelas 3 adalah hal yang paling dinanati waktu aku masih duduk di bangku kelas 1. Tak tersa kini aku telah kelas 3, kelas yang menjadi senior dari kelas-kelas lainnya. Saat awal pertama kali ku naik ke kelas 3 atau kelas XII, aku bangga karena aku akan berkuasa atas segalanya dan di takuti oleh adik-adik kelas.
Memang indah pada awalnya dan bangga dapat dipanggil “Kakak” dan sepertinya dituakan, akan tetapi semua itu tidak berjalan lama, mengapa? Karena saat itu ada pemeriksaan diri yang biasa dilakukan oleh guru-guru disekolah ku, dimulai dari rambut para anak lelaki, hingga kerudung yang dipakai oleh siswi nya (maklum sekolah ku berasaskan islam), lalu telepon genggam, pakaian, hingga yang sedetail-detailnya tentang segala hal yang kami pergunakan. Semua diperiksa dengan teliti supaya tidak ada kesalahan dan tindakan salah yang dilakukan oleh murid-murid yang ada.
Satu hari yang terasa berjalan amat lambat dan mengsalkan. Saat detik-detik terakhir, itu dalah saat-saat yang paling menegangkan dimana terdakwa atau murit yang telah melakukan pelanggaran aturan akan dipanggil. Dan undian mulai berjalan satu persatu terdakwa dibawa ke tengah lapangan. Semua murid angkatan 2009 kaget serta heboh luar biasa, karena hamper sebagian dari terdakwa adalah anak kelas 3, kelas tertua. Betapa malu dan berdukanya aku dan teman-teman terdakwa karena aku juga lah yang menjadi salah satu dari mereka. Kami di arak keliling lapangan dan di jemur hingga sore hari tiba.
Ketika jam sudah menunjukkan waktu untuk sholat ashar, saat itulah kami diberi keringanan untuk menunaikan ibadah sholat dan beristirahat sebelum mendengarkan kultum dari kepala sekolah dan tuntutan-tuntutan yang akan diajukan oleh wali kelas masing-masing. Ketika sudah selesai menunaikan sholat, kami di kumpulkan kembali dilapangan sekolah. Rasanya sangat bersalah dan malu.
Nama terdakwa mulai dipanggil satu persatu disesuaikan dengan kelas masing-masing. Aku masuk ke kelas XII IPA 1, wali kelas ku sudah terlihat sangat malu dan kesal karena setiap hari dia selalu mengingatkan kami untuk tidak melanggar aturan yang ada. Ternyata raut wajahnya terlah menjelaskan isi hatinya. Kami dinasehati agar kami dapat bertanggung jawab atas semua perbuatan kami yang terlah menodai nama anak kelas 3 yang paling menjadi panutan bagi adik-adik kelas. Dan kami diberi surat peringatan dan menjadi bahan-bahan omongan dari tiap kelas dengan keburukan yang kami lakukan.
Setelah kejadian itu aku baru sadar kalau setiap posisi mempunyai tanggung jawabnya masing-masing, tak menutup kemungkinan bagi posisi yang paling rendah sekalipun. Sebenarnya dengan contoh seferhana itu dapat selalu menjadi guru pengalaman yang paling baik untuk kehidupan selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar